Proses Terjadinya Likuidasi Bank

Proses Terjadinya Likuidasi Bank - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Proses Terjadinya Likuidasi Bank, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Proses Terjadinya Likuidasi Bank
link : Proses Terjadinya Likuidasi Bank

Baca juga


Proses Terjadinya Likuidasi Bank


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era sekarang sektor perbankan memiliki peranan fundamental dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Mengingat peranannya yang vital maka didalam menjalankan berbagai kegiatan usahanya maka lembaga perbankan di seluruh Indonesia mampu berfungsi secara efektif, efisien dan sehat agar nantinya mampu melindungi dengan baik dana milik masyarakat yang dipercayakan kepadanya serta mampu menyalurkan dana tersebut kembali ke masyarakat untuk suatu kegiatan produktif yang menunjang pembangunan nasional. Sehingga suatu kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan harus dijaga dengan baik guna hubungan hubungan bank dengan masyarakat terjalin secara berkesinambungan.
Melihat dari berbagai kegiatan usaha bank guna menunjang kemajuan perekonomian nasional, sehingga suatu bank tidak dapat terlepas dari resiko likuidasi. Resiko likuidasi ini sangat mempengaruhi kinerja dari bank, apalagi mengingat reputasi bank dimata masyarakat sangat penting. Hubungan antara bank dan nasabah tidak hanya suatu hubungan kontraktual antara debitur dan kreditur, tetapi juga juga suatu hubungan yang dilandasi kepercayaan. Kepercayaan masyarakat terhadap bank akan dapat terkikis jika terjadi suatu likuiditas yang dialami bank tersebut. Masyarakat akan mengkhawatirkan dana yang mereka miliki dibank tersebut akan tidak dapat dikembalikkan pihak bank, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu rush atau penarikan secara besar-besaran, yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap kegiatan usaha dari bank tersebut. Proses likuiditas harus benar-benar dijaga oleh bank, agar kemauan dan kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya tetap terjaga.
Jika dilihat faktualnya pada masa sekarang, peranan bank semakin berkembang. Maka sebagai nasabah sudah sepatutnya selalu mengetahui tentang kondisi banknya. Apalagi jika telah mengetahui risiko likuidasi yang mengancam bank bersangkutan, sebaiknya melakukan segala tindakan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku guna menjamin dana yang disimpan dibank tetap aman. Namum tidak sedikit nasabah yang tidak memahami atau sekedar mengetahui mengenai regulasi yang mengatur tentang likuidasi bank dari proses likuidasi bank maupun sampai perlindungan hukum bagi simpanan dananya apabila terjadi likuidasi terhadap bank yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan suatu permasalahan bagi nasabah dan kerap mengganggu kegiatan usaha perbankan. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan memberikan pemahaman dan penjelasan yang lebih mendalam mengenai likuidasi bank meliputi faktor penyebabnya, proses likuidasi beserta perlindungan hukum bagi nasabah dalam likuidasi bank.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan likuidasi bank?
1.2.2 Apa yang menjadi faktor penyebab likuidasi bank?
1.2.3 Bagaimana proses likuidasi bank?
1.2.4 Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah dalam likuidasi bank?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui apa yang dimaksud dengan likuidasi bank
1.3.2 Mengetahui apa saja yang menjadi faktor penyebab likuidasi bank
1.3.3 Mengetahui proses likuidasi bank
1.3.4 Mengetahui perlindungan hukum bagi nasabah dalam likuidasi bank

1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin di berikan dari tulisan ini adalah untuk memberi informasi kepada pembaca maupun para nasabah bank apa yang dimaksud dengan likuidasi bank, mulai dari faktor penyebab yang melatar belakangi terjadinya likuidasi bank, bagaiaman proses likuidasi bank gagal tersebut hingga perlindungan hukum bagi nasabah jika bank tempat penyimpanan dananya mengalami likuidasi bank.

BAB II
PEMBAHASAN

1.2.1 Definisi Likuidasi Bank
Berdasarkan Pasal 1 angka (4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidas Bank yang menyatakan bahwa “Likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.”
Selain dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, definisi likuidasi bank juga dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2011, yang dimana likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.
Namun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, definisi likuidasi bank tidak secara jelas dirumuskan didalamnya. Tetapi jika ditelaah lebih cermat, maka dalam pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berdasarkan 2 definisi likuidasi bank diatas dapat disimpulkan bahwa likuidasi bank tidak sebatas hanya pada pencabutan izin usaha bank saja, namun termasuk pada tindakan pembubaran badan hukum bank dan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat dibubarkannya badan hukum tersebut. Maka jika dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 likuidasi bank dimulai dengan pencabutan izin usaha bank oleh bank Indonesia, kemudian dibubarkannya badan hukum dari bank yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undagan dan terakhir dilakukannya suatu penyelesaian terhadap hak dan kewajiban yang timbul dari likuidasi tersebut.
Pelaksana dari likuidasi ini yaitu tim likuidasi, yang dimana tim likuidasi ini bekerja dalam jangka waktu paling lambat 5 Tahun mulai terhitung sejak tanggal dibentuknya tim ini dalam menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban dari bank yang bersangkutan. Namun jika dalam waktu yang telah ditentukan ini, tim likuidasi tidak dapat menyelesaikan permasalahan maka penyelesaian terakhir yaitu dengan menjual seluruh harta bank secara lelang. Pada dasarnya proses likuidasi ini sebagai proses untuk mengakhiri badan hukum bank dan menyelesaikan hak dan kewajibannya dengan berbagai cara termasuk menjual aset-aset, menagih piutang dan membayar utang dengan tujuan agar nasabah yang menyimpan dananya di bank bersangkutan haknya terlindungi.

1.2.2 Faktor Penyebab Likuidasi Bank
Salah satu faktor yang penting dari penyebab timbulnya suatu risiko likuidasi bank adalah mengenai faktor peringkat kesehatan dari bank. Kesehatan bank ini adalah suatu indikator untuk menyatakan suatu keadaan atau situasi bank sesungguhnya. Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai kesehatan bank ini adalah suatu peran dari bank Indonesia dalam rangka menjalankan tugasnya melakukan Pembinaan dan pengawasan bank. Berdasarkan pasal 29 ayat (2) “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”
Terkait dengan peran pembinaan dan pengawasan, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No. 26/5/BPPP Tahun 1993, yang mengatur tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Tentang metode penilaian kesehatan bank dalam surat edaran ini kemudian dikenal dengan metode CAMEL atau Capital Asets Management Earning Liquidity. Metode CAMEL berisikan langkah-langkah untuk menghitung besarnya masing-masing rasio pada komponen-komponen diantaranya:
a)      C : Capital (Untuk Rasio Kecukupan Modal)
b)      A : Asets (Untuk rasio-rasio kualitas aktiva)
c)      M : Management (Untuk menilai kualitas manajemen)
d)     E : Earning (Untuk rasio-rasio rentabilitas bank)
e)      L : Liquidity (Untuk rasio-rasio likuiditas bank).
Kelima komponen ini merupakan suatu indikator yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut, maka bank tersebut akan atau sedang mengalami kesulitan. Metode CAMEL ini wajib diterapkan agar pihak bank mengetahui lebih dini mengenai risiko likuidasi yang sedang mengancam kegiatan usaha bank tersebut.
Selain dari faktor peringkat kesehatan bank ini, berdasarkan pendapat Irham Fahmi dalam bukunya “Pengantar Perbankan Teori dan Aplikasi” menjelaskan dapat disimpulkan mengenai beberapa sebab yang dapat melatarbelakangi terjadinya suatu resiko likuidasi  bank diantaranya:
a)      Utang yang berada pada posisi extreme leverage. Extreme leverage artinya utang perusahaan sudah berada dalam kategori yang membahayakan perusahaan itu sendiri;
b)      Jumlah utang dan berbagai tagihan yang datang disaat jatuh tempo sudah begitu besar;
c)      Dilakukannya suatu kebijakan strategi yang salah sehingga memberi pengaruh pada kerugian yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang, kebijakan ini juga dapat berupa pemberian kredit yang salah sehingga menimbulkan kredit macet;
d)     Kepemilikan aset yang tidak lagi mencukupi untuk menstabilkan bank, yaitu sudah terlalu banyak aset yang dijual sehingga jika aset yang tersisa tersebut masih ingin dijual maka itu juga tidak mencukupi untuk menstabilkan bank;
e)      Sering melakukan kebijakan gali lubang dan tutup lubang pada kewajiban atau menyelesaikan persoalan likuidasi di pakai dari dana untuk membayar utang, sehingga pada dana yang harusnya dialokasikan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo namun dipakai untuk membayar gaji karyawan, listrik, dan sejenisnya yang termasuk kategori short term liquidity.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, likuidasi bank dengan mulai dicabutnya izin usaha bank merupakn imbas dari kegagalan upaya penyelematan kesulitan terutama dalam likuiditas, yang nantinya membahayakan kelangsungan usaha suatu bank. Dengan kata lain pencabutan suatu izin usaha ini merupakan langkah awal terhadap proses likuidasi bank sebelum memasuki tahapan pembubaran badan hukum bank dan penyelesaian hak dan kewajiban bank.
Proses awal likuidasi bank ini berada ditangan pimpinan bank Indonesia dengan mencabut izin usaha bank berdasarkan alasan apabila menurut penilaian bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan system perbankan secara umum, yang sebagaimana kriteria mengenai membahayan system perbankan tercantum dalam pasal 37 ayat (2) yang mana menyatakan “Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.”

1.2.3 Proses Likuidasi Bank
Mengenai proses likuidasi bank yang harus dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan tim likuidasi telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UULPS) dan peraturan lembaga penjamin simpanana Nomor 02/PLPS/2008. Berdasarkan dari 2 ketentuan ini dapat diketahui mengenai tahapan-tahapan proses likuidasi oleh lmbaga penjamin pinjaman dan tim likuidasi sejak terbentuknya yaitu sebagai berikut:
a)      Pengamanan aset bank sebagai tindak lanjut pencabutan izin usaha
Jika telah dikategorikan seebagai bank gagal yang telah dicabut izin usahanya. Terhitung sejak izin usaha dicabut, LPS akan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham. LPS akan segera melakukan tindakan dalam rangka Pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai yaitu:
·         Menguasai dan mengelola aset bank;
·         Mengelola kewajiban bank;
·         Melakukan koordinasi dengan bank Indonesia, lembaga pengawas perbankan, kepolisian dan instansi terkait.
b)      Penyusunan neraca penutupan
Terhitung sejak tanggal izin usaha suatu bank dicabut, direksi atau pihak yang
ditunjuk menjalankan tugas direksi wajib menyusun neraca penutupan dan harus disampaikan kepada LPS paling lama 15 hari sejak tanggal pencabutan izin bank. Neraca penutupan ini memuat posisi aset, kewajiban, dan modal bank termasuk rekening administrative pertanggal pencabutan izin usaha.
c)      Pengauditan neraca penutupan
Tim likuidasi melaksanakan tindakan pertama dengan menunjuk kantor akuntan publik untuk mengaudit neraca penutupan, dengan tetap mengacu kepada kerangka kerja yang disusun oleh tim likuidasi. Penyusunan kerangka acuan kerja ini dilakukan berdasarkan pedoan yang ditetapkan oleh LPS.
d)     Inventarisasi aset dan kewajiban bank
      Pada tahap ini tim likuidasi segera melakukan inventarisasi seluruh aset dan kewajiban dari bank yang bersangkutan serta menentukan cara likuidasi yang akan dipakai dalam melakukan likuidasi bank yang bersangkutan.
e)      Penyusunan rencana kerja dan anggaran biaya
      Dalam rangka pelaksanaan likuidasi bank, tim likuidasi menyusun rencana kerja dan anggaran biaya dengan mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan oleh LPS. Rencana kerja dan anggaran biaya ini minimal memuat hal-hal berikut ini:
·         Jenis kegiatan yang akan dilakukan;
·         Jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan;
·         Rencana dan cara pencairan aset dan/atau penagihan piutang;
·         Rencana dan cara pembayaran kepada kreditur;
·         Jumlah pegawai yang diperlukan;
·         Biaya likuidasi bank.
f)       Penyusunan neraca sementara likuidasi
Tim likuidasi berkewajiban untuk menyusun neraca sementara likuidasi dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh LPS dan menyampaikan kepada LPS paling lama 60 hari setelah tim likuidasi menerima neraca penutupan yang telah diaudit.
g)      Penyampain kewajiban kepada pegawai bank dalam likuidasi
Dalam rangka melaksanakan tugas menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai bank, tim likuidasi menghitung gaji terutang dan pesangon yang menjadi kewajiban bank kepada pegawai yang telah dilakukan pemutusan hubungan kerja sejak dicabutnya izin usaha bank.
h)      Pencairan aset dan/atau penagihan piutang
Pencairan aset dan/atau penagihan piutang ini dilakukan sesuai dengan rencana dan cara yang tercantum dalam rencana kerja dan anggaran biaya. Segala biaya yang berkaitan dengan likuidasi dan tercantum dalam daftar biaya likuidasi menjadi beban aset bank dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap hasil pencairan aset.
i)        Pengawasan pelaksanaan likuidasi bank
LPS melakukan pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank yang dilakukan secara tidak langsung dengan cara melakukan analisa terhadap laporan-laporan tim likuidasi. Dalam hal dipandang perlu, LPS dapat melakukan pengawasan secara langsung di bank dalam likuidasi.
j)        Penyampaian laporan pelaksana likuidasi bank
Tim likuidasi menyampaikan laporan realisasi rencana kerja dan anggaran biaya kepada LPS setiap bulan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini berisikan mengenai perkembangan kegiatan likuidasi.
k)      Pengakhiran likuidasi serta pembayaran kewajiban bank
Pelaksanaan likuidasi bank selesai dalam hal seluruh kewajibann bank telah dibayarkan dan/atau tidak ada lagi aset yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban sebelum berakhirnya jangka waktu likuidasi ataupun telah berakhirnya jangka waktu pelaksanaan likuidasi.
l)        Penyerahan sisa hasil likuidasi kepada pemegang saham
Hal ini dapat dilakukan jika seluruh kewajiban bank dalam likuidasi telah terbayarkan dan masih terdapat sisa hasil likuidasi dan/atau sisa aset bank.
m)    Pembayaran yang belum diambil oleh kreditur
Setelah tim likuidasi telah mengumumkan batas waktu pembayaran dalam 2 surat kabar yang mempunyai peredaran luas, namun kreditur yang bersangkutan belum mengambil bagaiannya sampai batas waktu yang ditentukan, maka bagian kreditur itu dititipkan pada ban yang disetujui LPS.
n)      Penyusunan neraca akhir likuidasi dan laporan pertanggungjawaban tugas
Setelah selesai menyelesaikan proses pelaksaan likuidasi, tim likuidasi wajib menyusun dan menyampaikan neraca akhir likuidasi dan laporan pertanggungjawaban tugas tim likuidasi kepada LPS paling lama 10 hari setelah pelaksanaan likuidasi selesai.
o)      Pertanggungjawaban dan pembubaran tim likuidasi
Selanjutnya setelah neraca akhir likuidasi disetujui, LPS menerima pertangguungjawaban tim likuidasi, maka LPS meminta tim likuidasi untuk mengumunkan berakhirnya likuidasi dengan menempatkannya dalam berita negara republik Indonesia dan dalam 2 surat kabar harian, meminta tim likuidasi untuk memberitahu kepada instansi yang berwenang mengenai hapusnya status badan hukum bank dan memberitahukan kepada instansi yang berwenang agar nama badan hukum bank dicoret dari daftar perusahaan. Kemudian LPS membubarkan tim likuidasi dan memberhentikan direksi dan dewan komisaris nonaktif.

1.2.4. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Likuidasi Bank
Kegiatan perbankan sekarang ini memang lebih banyak bergantung kepada dana masyarakat, oleh karena itu segala peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak hanya bertujuan melindungi aktivitas bank, namun juga untuk melindungi dan menjamin kepastian keamaanan dana masyarakat dari perbuatan atau praktik-praktik yang dapat merugikan masyarakat luas. Karena tidak dapat dipungkiri nasabah penyimpan dana menduduki posisi vital dala kegiatan usaha bank, sehingga Bank dalam melakukan kegiatan usahanya berkewajiban untuk mengamankan dan melindugi dana masyarakat agar masyarakat tetap memiliki kepercayaan terhadap bank tersebut.
Pada Tahun 1998 pemerintah mengeluarkkan keputusan presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank umum dan keputusan presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang program penjamin bank perkreditan rakyat (BPR). Pada intinya kedua ketentuan ini bertujuan untuk memberi perlindungan hukum secara langsung kepada nasabah penyimpan dana terhadap kegagalan bank umum maupun BPR dalam memenuhi segala kewajibannya.
Sebelum dikeluarkan 2 ketentuan ini perlindungan terhadap nasabah dianggap sangat kurang. Dalam hal proses likuidasi bank agar nasabah mendapatkan kembali uangnnya baru dapat diberikan dalam jumlah yang ditetapkan oleh tim likuidasi, namum pada kenyataannya proses likuidasi bank sangat lamban, sehingga perlindungan bagi nasabah kurang memadai dan pengambilan uang nasabah yang memakan waktu lama. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat, pemerintah melalui kebijaknnya bersedia menyediakan dana talangan yang dimaksud untuk mengembalikan dan menyelamatkan dana simpanan nasabah, disamping itu juga untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Namun kebijakan ini tentunya juga akan menimbulkan suatu efek negatif yaitu pembebanan terhadap anggaran negara.
Sehingga pada Tahun 2005 disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan (UULPS) sebagai suatu dasar dibentuknya lembaga penjamin simpanan dan menggantikan program penjamin pemerintah. Dalam UULPS ini mengatur tentang penjamin simpanan nasabah yang nantinya diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat dan dapat meminimumkan pembebanan anggaran negara. LPS sendiri memilik 2 fungsi pokok yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang diterapkan LPS ini mewajibkan seluruh bank di Indonesia menjadi peserta penjaminan dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank gagal dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut terlebih dahulu dalam jumlah tertentu, adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaiakan melaui proses likuidasi bank.
Seorang ahli yaitu Hermansyah dalam bukunya “Hukum Perbankan Nasional Indonesia” menyimpulkan bahwa Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah dalam likuidasi bank, dalam hal ini Hermansyah membagi menjadi 2 macam, yaitu:
a)      Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection)
Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan yang diperoleh: (1) peraturan perundang undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang di lakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankkan pada umumnya, (4) memelihara tigkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi resiko kepada nasabah.
b)      Perlindungan secara eksplisit (explicit Deposit Orotection)
Perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sbagaimana diatur dalam keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban bank umum
  
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pada dasarnya proses likuidasi bank merupakan suatu proses terakhir menyelesaikan permasalahan bank gagal. Likuidasi bank sebagai proses untuk membubarkan badan hukum bank dan menyelesaikan hak kewajibannya dengan cara termasuk menjual aset-aset, menagih piutang dan membayar utang dengan tujuan agar nasabah yang menyimpan dananya di bank bersangkutan haknya terlindungi. Terdapat berbagai faktor penyebab terjadi likuidasi bank mulai dari utang bank yang banyak, piutang yang tak kunjung dibayarkan serta banyaknya kebijakan yang keliru seperti kebijakan yang menimbulkan kredit macet.
Proses awal likuidasi bank ini berada ditangan pimpinan bank Indonesia dengan mencabut izin usaha bank sebelum memasuki tahapan pembubaran badan hukum bank dan penyelesaian hak dan kewajiban bank. Penyelesaian hak dan kewajiban bank ini akan dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan tim likuidasi yang dibentuk. Tim likuidasi ini bekerja dalam jangka waktu paling lambat 5 Tahun mulai terhitung sejak dibentuk guna menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban dari bank yang bersangkutan.
Perlindungan hukum bagi nasabah semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan (UULPS) sebagai suatu dasar dibentuknya lembaga penjamin simpanan dan menggantikan program penjamin pemerintah. LPS memiliki 2 fungsi pokok yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal. Perlindungan hukum bagi simpanan nasabah ini nantinya diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat dan dapat meminimumkan pembebanan anggaran negara.

3.2 Saran


Mengingat eksistensi lembaga perbankan sangat bergantung pada unsur kepercayaan, maka hubungan bank, masyarakat dan pemerintah wajib terjalin secara baik dan demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib selalu memperhatikan peringkat kesehatan bank dan menjalankan segala aktivitas sesuai dengan hukum positif. Masyarkat sebagai nasabah pemilik dana wajib memahami segala regulasi yang mengatur hubungannya dengan bank, jika terjadi suatu permasalahan nasabah mengetahui tindakan-tindakan apa yang dilakukan. Sedangkan bagi pemerintah melalui bank Indonesia wajib melakukan pengawasan dan pembinaan bank yang efektif dan ketat. Dalam mengeluarkan suatu kebijakan tidak hanya dapat melindungi aktivitas bank namun juga melindungi dan memberikan jaminan keamanan bagi dana nasabah. Sehingga hubungan yang baik antara tiga komponen ini akan memertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, yang secara tidak langsung akan menjamin terlaksananya roda perekonomian negara melalui bidang-bidang produktif sebagai tujuan pembangunan nasional.

DAFTAR PUSTAKA 
·         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
·         Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
·         Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran Dan Likuidas Bank
·         Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum
·         Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Program Penjamin Bank Perkreditan Rakyat
·         Surat Edaran Direksi Bank Indonesia Nomor 26/5/BPPP Tahun 1993 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
·         Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1/PLPS/2011 tentang Likuidasi Bank
·         Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta
·         Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media, Jakarta 
·         Irham Fahmi, 2014, Pengantar Perbankan Teori dan Aplikasi, Alfabeta, Bandung

·         Muhamad Djumhana, 2012, Hukum Perbankam di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung


Demikianlah Artikel Proses Terjadinya Likuidasi Bank

Sekianlah artikel Proses Terjadinya Likuidasi Bank kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Proses Terjadinya Likuidasi Bank dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2016/12/proses-terjadinya-likuidasi-bank.html