Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana

Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana
link : Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana

Baca juga


Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
                    Dewasa ini, kriminal seolah-olah tidak lagi mampu dibendung perkembangannya, dimana masalah yang timbul  tidak hanya sebagai kriminal dalam ruang lingkup pidana, tetapi harus dipandang juga sebagai masalah sosial. Hal ini dikarenakan kejahatan tidak hanya melibatkan satu dua orang di dalam praktiknya, tetapi terkadang melibatkan dan merugikan masyarakat dalam ruang lingkup yang jauh lebih besar. Penanggulangan kriminal yang semakin berkembang tidak dapat dilakukan dengan usaha represif saja, melainkan harus disertai dengan usaha preventif. Kedua hal tersebut haruslah dapat berjalan seimbang. Diperlukan efek jera bagi mereka yang telah melakukan kriminal serta diperlukan efek takut untuk berbuat kriminal bagi mereka yang belum melakukan. Usaha preventif ini harus gencar dilakukan agar tingkat kriminal di Indonesia tidak terus meningkat. Usaha ini dapat dilakukan oleh semua aparat peradilan pidana, terutama Kepolisian.  Kepolisian sebagai gatekeepers sistem peradilan pidana memiliki peran sentral, karena sistem peradilan pidana dimulai dari Kepolisian. Peran sentral dalam sistem peradilan pidana, kepolisian harus mengupayakan agar usaha preventif dan represif dalam menanggulangi kriminal berjalan dengan sebaik-baiknya, terlebih lagi mengingat bahwa pihak kepolisian merupakan pihak yang sudah seharusnya dapat dipercaya oleh masyrakat, pihak kepolisianlah yang berada di tengah-tengah masyarakat serta mampu memberikan rasa aman dan perlindungan yang tepat bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
       1.2.1 Apa peran Kepolisian dalam sistem peradilan pidana?
        1.2.2 Apa yang menjadi kendala Kepolisan dalam menjalankan peranannya dalam sistem peradilan pidana?
1.3 Tujuan Penulisan
        1.3.1    Mengetahui peran Kepolisian dalam sistem peradilan pidana
       1.3.2    Mengetahui apa yang menjadi kendala Kepolisian dalam menjalankan peranannya dalam sistem peradilan pidana 
1.4 Manfaat Penulisan
            Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya pengetahuan peran dari kepolisian didalam sistem peradilan pidana, yang dimana kepolisian sebagai gatekeepers sistem peradilan pidana memainkan peran sentral karena proses peradilan pidana diawali dari subsistem ini. Peran penting kepolisian didalam perkembangan tindakan kejahaan di Indonesia dengan melakukan usaha preventif maupun represif. Usaha preventif dan represif ini penting agar tidak ada sebuah pelaku tindak kriminal baru dan pelaku yang pernah melakukan tindak kejahata tidak mengulangi tindakannya.



BAB II
ISI

2.1 Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana
Peranan kepolisian dapat dibagi dalam dua garis besar tugas, yaitu tugas preventif dan tugas represif. Pelaksanaan usaha preventif dan represif terhadap tindakan kriminal menjadi peran yang vital. Preventif atau tugas mengayomi adalah tugas yang luas, tanpa batas, boleh melakukan apa saja asal keamanan terpelihara dan tidak melanggar hukum itu sendiri, sedangkan Represif adalah tugas terbatas yang kewenangannya dibatasi oleh kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). Usaha preventif disini berarti kepolisian melakukan sebuah tindakan pencegahan timbulnya pelaku tindakan kriminal baru, dapat dengan dilakukan dengan cara sosialisasi ke seluruh daerah-daerah di Indonesia agar masyarakat takut dan berpikir seribu kali untu melakukan tindakan kriminal. Sedangkan usaha represif disini berarti bahwa kepolisian berusaha agar pelaku tindak kriminal setelah melewati hukumannya, tidak kembali melakukan tindakan kriminal (residivis) yang sama maupun tindakan kriminal lainnya, serta agar pelaku tindak kriminal ini dapat kembali ke masyarakat dan diterima dengan baik. Adanya wewenang diskresi mengakibatkan kepolisian merdeka untuk menentukan apakah suatu tindak pidana akan disidik dan akan diteruskan kepada subsistem peradilan pidana selanjutnya atau tidak.
Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kemudian, di dalam Pasal 13 disebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
(1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
(2) menegakkan hukum dan;
(3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a.       melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b.      menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c.       membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d.      turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e.       memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f.       melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g.      melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya:
h.      menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i.        melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j.        melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k.      memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
l.        melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pada pasal 14 huruf g, peran kepolisian dalam sistem peradilan pidana adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana. Penyidikian tercantum dalam pasal 1 butir 2 KUHAP yang dimana “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” Sedangkan Penyelidikan berdasarkan pasal 1 butir 5 KUHAP bahwa “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Dalam KUHAP juga tercantum mengenai siapa saja yang boleh melakukan penyidikan dan penyelidikan, dimana yang boleh melakukan penyidikan disebut dengan penyidik diatur dalam pasal 1 butir 1 KUHAP yang menyatakan bahwa “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.” Sedangkan yang berhak melakukan penyelidikan yang kemudian disebut dengan penyelidik, diatur dalam pasal 1 butir 4 bahwa “Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.” Dalam KUHAP juga mengatur tentang penyidik pembantu pada pasal 1 butir 3 bahwa “Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.” Jika diuraikan wewenang dari penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu diantaranya:
1.      Penyelidik
Dalam rangka penyelidikan, penyelidik mempunyai wewenang sebagaimana ditentukan dalam pasal 5 KUHAP, yaitu:
a)      karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1.      menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2.      mencari keterangan dan barang bukti;
3.      menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4.      mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.
b)      atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1.        penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
2.        pemeriksaan dan penyitaan surat;
3.        mengambil sidik jari dan memotret seorang;
4.        membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
2.      Penyidik
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) KUHAP, bahwa penyidik karena kewajiban mempunyai wewenang, yaitu:
a)         menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b)         melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c)         menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d)        melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e)         melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f)          mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g)         memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h)         mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i)           mengadakan penghentian penyidikan;
j)           mengadakan tindakan hlain menurut hukum yang bertanggung jawab.
3.      Penyidik Pembantu
Menurut Pasal 11 KUHAP, bahwa penyidik pembantu mempunya wewenang sama dengan wewenang penyidik (pasal 7 ayat (1) KUHAP), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik (Pasal 11 KUHAP).
Demikian pula dalam hal penyidik pembantu, penyidik telah melaksanakan wewenangnya, maka penyidik pembantu segera membuat berita acara dan menyerahkan bekasa perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum (pasal 12 KUHAP).
Dalam pembahasan wewenang penyelidik dan penyidik diatas, maka perlu dibahas pula tentang wewenang Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik menurut ketentuan UU No. 2 Tahun 2000 tentang Kepolisian, sebagai berikut:
1)   Menurut pasal 16 ayat (1), “bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :
a)      melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b)      melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c)      membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
d)     melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
e)      memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
f)       mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
g)      mengadakan penghentian penyidikan;
h)      menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
i)        mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
j)        memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
k)      mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.“
2)      Menurut pasal 16 ayat (2), bahwa “Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a)      tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b)      selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c)      harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d)     pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e)      menghormati hak asasi manusia.”

2.2 Kendala-Kendala Kepolisian dalam Menjalankan Peranannya
Dalam menjalankan peran atau tugas, kepolisian kerap mengalami kendala, yang dimana kendala yang dihadapi baik berasal dari dalam maupun dari luar. Berasal dari dalam berarti kendala tersebut berasal dari pihak kepolisian itu sendiri, sedangkan dari luar dapat berupa sarana prasarana penunjang, dana, maupun  dari kesadaran masyarakat. Jika penulis cermati, berikut adalah kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya adalah:
1.      Kekurangan jumlah personil kepolisian, yang dimana belum berimbangnya antara jumlah personil polisi dengan jumlah warga masyarakat yang harus dilayani. Ini dapat menyulitkan kepolisian didalam melakukan pengontrolan lingkungan sekitarnya;
2.      Kualitas individu polisi yang rendah, seperti kita lihat pada kenyataannya bahwa perekrutan polisi dilakukan melalui “jalur belakang”. Sehingga kualitas polisi yang lebih rendah dapat menyingkirkan kualitas polisi yang lebih baik yang pada dasarnya layak masuk kepolisian;
3.      Masalah dana untuk biaya operasional yang kurang memadai;
4.      Sarana dan prasarana yang kurang memadai, ini menyebabkan polisi sulit menjalankan tugas-tugas pokoknya karena dapat menghambat produktivitas kepolisian;
5.      Keterbatasan laboratorium forensik yang dimiliki, laboratorium forensik hanya ada di mabes polri dan beberapa polda sehingga mengakibatkan kelambanan polisi didaerah dalam mengungkap kasus kriminal;
6.      Perbedaan persepsi antara polisi dengan aparat peradilan pidana lainnya, Polisi selaku garda paling depan dalam memburu penjahat berorientasi pada perlindungan korban kriminal. Polisi berusaha semaksimal munkin memelihara kantibmas dengan melibas segala bentuk perilaku menyimpang yang diperangkan masyarakat. Sedangkan aparat peradilan pidana lebih banyak berorientasi pada perlindungan hukum dan hak asasi manusia pelaku kriminal. Hak-hak yang dipenuhi oleh pelaku kriminal dipenuhi secara optimal;
7.      Rendahnya kesadaran masyarakat untuk mentaati peraturan yang berlaku, terlalu banyaknya pelanggaran dan kriminal dilakukan oleh masyarakat. Sehingga kepolisian kewalahan dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap setiap pelanggaran dan kriminal tersebut;
8.      Jika dilihat kendala dalam penyelidikan dan penyidikan, kerap kali kepolisian kesulitan untuk menemukan alat bukti.

BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dalam sistem peradilan pidana, kepolisian memilki peranan yang vital. Kepolisian sebagai gerbang pertama didalam sistem peradilan pidana, yang dimana sistem ini dimulai dari kepolisian. Peranan kepolisian dapat dibagi dalam dua garis besar tugas, yaitu usaha preventif dan usaha represif. Usaha preventif dan represif ini merupakan salah satu elemen penting didalam menanggulangi tindakan kriminal. Melalui usaha inilah perkembangan tindakan kriminal dapat ditahan laju peningkatannya. Selain pada itu peran utama kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

3.2 SARAN
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya kepolisian harus berlandaskan pada etika moral dan hukum, sehingga penyelenggaraan peran, tugas dan wewenang kepolisian bisa bersih dan baik. Tetapi patut disayangkan saat ini ialah banyaknya polisi yang masih belum bisa menjalankan peranannya secara baik dan benar. Pada kenyataannya masih banyak Polisi yang memanfaatkan setatusnya tersebut untuk melanggar hukum, membela pihak yang salah asalkan ada kompensasi dan menelantarkan pihak yang benar yang mestinya mendapatkan pembelaan. Sering kali kita mendengar dan menyaksikan kasus-kasus kriminal di mana polisi seringkali terlibat di dalamnya. Sumber daya manusia dalam kepolisian harus ditingkatkan agar Polisi dapat menjalankan peran dan wewenangnya dengan baik, agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta harus gencarnya dilakukan usaha preventif da represif dalam menanggulangi masalah tindak kriminal.



Demikianlah Artikel Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana

Sekianlah artikel Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Peran Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2016/12/peran-kepolisian-dalam-sistem-peradilan.html