Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan

Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan
link : Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan

Baca juga


Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan



Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan (Seinwissenschaft)
Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak atau perilaku. Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku atau sikap tindak. Yang termasuk di dalam ilmu-ilmu kenyataan tentang hukum diantaranya adalah:
  1. Sosilogi Hukum
  2. Antropologi Hukum
  3. Perbandingan Hukum
  4. Sejarah Hukum
  5. Psikologi Hukum
1.     Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum pertama kali diperkenalkan oleh Anzilotti pada Tahun 1882. Di lihat dari perkembangannya, dapat dijelaskan bahwa sosiologi hukum pada hakikatnya lahir dari hasi-hasil pemikiran para ahli filsafat hukum.
Ilmu hukum juga memiliki peran strategis untuk lahirnya sosiologi hukum. Hukum sebagai gejala sosial yang ada dalam masyarakat sebagai kajian ilmu hukum, mendorong perkembangan sosiologi hukum. Sementara itu ilmu hukum juga berbicara tentang nilai seperti halnya nilai keadilan, ketertiban dan keamanan yang merupakan kebutuhan dari masyarakat.
Ilmu sosiologi juga memiliki peran yang sangat penting untuk memecahkan berbagai persoalan hukum yang ada dalam masyarakat. Dewasa ini banyak persoalan hukum yang diselesaikan oleh hukum yang sifatnya normatif tidak memuaskan. Dengan demikian diperlukanlah adanya suatu pendekatan yang lebih komprehensif melalui ilmu sosiologi yang merupakan ilmu yang berkenaan dengan kemasyarakatan yang diharapkan dapat memecahkan segala persoalan hukum yang dihadapi oleh masyarakat.
Secara umum ruang lingkup sosiologi hukum adalah :
1)      Mempelajari dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum.
2)      Mempelajari efek hukum terhadap gejala-gejala sosial dalam masyarakat.
Perspektif penelitian sosiologi hukum dapat dibedakan antara lain:
1)      Sosiologi hukum secara teoretis bertujuan untuk menghasilkan generalisasi atau abstrak setelah pengumpulan data, pemeriksaan terhadap keteraturan social, dan pengembangan hipotesis.
2)      Sosiologi hukum empiris atau praktis, yang bertujuan untuk menguji berbagai hipotesis tersebut melalui pendekatan yang sistematis dan metodologis.
Menurut Bruggink terdapat 2 tingkat objek dari sosiologi hukum yaitu:
1)      Objek dari sosiologi hukum pada tingkat pertama adalah kenyataan dalam masyarakat
2)      Objek dari sosiologi hukum pada tingkat kedua adalah kaidah-kaidah hukum, yang dengan salah satu cara memainkan peranan dalam kenyataan kemasyarakatan. Kaidah-kaidah hukum tersebut berupa peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan (jurisprudensi) dan juga keputusan-keputusan lembaga kemasyarakatan.
Karakteristik dari sosiologi hukum adalah:
1)      Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan praktik-praktik hukum (pembuatan undang-undang, penerapan dan pengadilan)
2)      Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum
3)      Sosiologi hukum tidak malakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang mentaati hukum dan menyimpang dari hukum sama –sama merupakan objek pengamatannya
Sosiologi hukum merupakan bagian dari ilmu kenyataan (menyoroti hukum sebagai sikap tindak). Dengan demikian, sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial dengan gejala sosial lainnya.
2.     Antropologi Hukum
            Istilah Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos dan logos. Antropos berarti manusia dan logosberarti ilmu atau studi. Pegertian dari Antropologi hukum itu sendiri adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yg mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana maupun pada masyarakat yang mengalami proses perkembangan dan pembangunan.
            Antropologi dikenal dengan adanya Antropologi fisik dan Antropologi budaya. Antropologi fisik terdiri dari:
1)      Paleoantropologi yakni mempelajaro sejarah terjadinya perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2)      Sosmatologi yakni mempelajari terjadinya perkembangan manusia dari sudut cirri badaniah.
Adapun Antropologi budaya terdiri dari:
1)      Etnolinguistik yakni mempelajari terjadinya penyebaran dan pertumbuhan bahasa manusia.
2)      Prehistory yakni mempelajari terjadinya perkembangan dan penyebaran kebudayaan manusia.
3)      Etnologi yakni mempelajari dasar-dasar kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat.
            Antropologi hukum menggunakan pendekatan secara menyeluruh dalam menyelidiki manusia dan masyarakatnya, menemukan bahwa melalui manifestasinya sendiri yang khas, akan melihat bahwa hukum itu selalu hadir dalam masyarakat.
            Bagi seorang antropolog yang mempelajari hukum, yang sangat penting adalah mengadakan analisis dan konstruksi terhadap perikelakuan-perikelakuan yg bertujuan untuk memelihara nilai-nilai yang berlaku. Suatu gejala hukum timbul apabila ada perikelakuan yg sedemikian rupa shg bila dibiarkan akan mengganggu atau bahkan merusak lembaga-lembaga yang paling dihargai oleh masyarakat.
            Menurut E.A Hoebel yang di kutip oleh Soerjono Soekanto hukum sebagai aspek kebudayaan mempunyai beberapa fungsi fundamental untuk memelihara kedudukan masyarakat diantaranya:
1)         Merumuskan pedoman bagaimana warga masyarakat seharusnya berperikelakuan, sehingga terjadi integrasi minimal dalam masyarakat.
2)       Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengadakan ketertiban.
3)         Mengatasi persengketaan agar keadaan semula pulih kembali.
4)         Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan antara warga-warga masyarakat dan kelompok, apabila terjadi perubahan.
            Menurut Satjipto Rahardjo bahwa lingkup persoalan yang bisa dijelajah oleh para ahli antopologi di bidang hukum cukup luas, diantaranya meliputi hal-hal berikut:
1)         Bagaimanakah tipe-tipe badan yang menjalankan pengadilan dan perantaran dalam masyarkat?
2)        Apakah yang menjadi landasan kekuasaan dari badan-badan itu untuk menjalankan peranannya sebagai penyelesaian sengketa?
3)      Dalam keadaan tertentu, sengketa-sengketa yang bagaimanakah yang menghendaki penyelesaian melalui pengadilan dan yang manakah menghendaki perundingan?
4)      Fungsi serta ekosistemis manakah yang bekerja atas suatu proses hukum?
5)      Prosedur manakah yang dipakai untuk masing-masing jenis sengketa pada kondisi tertentu?
6)      Bagaimankah keputusan itu dijalankan?
7)      Bagaimanakah hukum berubah?
            Antropologi hukum memperhatikan dan menerima hukum sebagai bagian dari proses-proses yang lebih besar dari masyarakat. Hukum dilihat tidak secara statis, melainkan dinamis, yang mana ia akan terbentuk dan menghilang secara berkesinambungan.
3.     Perbandingan Hukum
            Dalam bukunya Comparative Law, Rudolf D. Schleringer mengemukakan bahwa perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yg lebih mendalam tentang bahan hukum tertentu.
            Perbandingan hukum bukan merupakan suatu perangkat peraturan dan azas-azas hukum, bukan suatu cabang hukum, melainkan suatu cara menggarap suatu unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.
            Tujuan mempelajari perbandingan hukum dapat dibedakan berdasarkan asal usul dan perkembangannya. Jika kita bertitik tolak pada teori hukum alam maka tujuan perbandingan hukum adalah membandingkan sistem-sistem hukum guna dapat mengembangkan hukum alam itu sendiri, sehingga tampak adanya persamaan dan perbedaan. Apabila kita bertitik tolak pada jalur orientasi yang bersifat pragmatism maka tujuan perbandingan hukum adalah untuk mengadakan perbaruan hukum dan tidak semata-mata melihat perbedaan dan persamaan antara dua sistem hukum atau lebih.
            Adapun manfaat dari mempelajari perbandingan hukum adalah untuk:
1)      Unifikasi hukum.
2)      Harmonisasi hukum.
3)      Mencegah adanya chauvinism hukum nasional dan menempuh kerjasama internasional.
4)      Memahami hukum asing.
5)      Pembaruan hukum nasional.
4.     Sejarah Hukum
            Sejarah hukum adalah suatu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan membandingkan dengan hukum yang berbeda karena dibatasi oleh waktu. Yang ditekankan dalam studi sejarah hukum adalah hukum suatu bangsa merupakan ekspresi jiwa dari bangsa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa selalu berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pertumbuhan yang dialami masing-masing sistem hukum.
            Sejarah hukum ini tidak dapat dilepaskan dari aliran Historical Juriprudence yang di pelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Aliran muncul sebagai suatu reaksi terhadap Rasionalisme abad ke-18 dan Semangat Revolusi Perancis yang menentang wewenang dan tradisi.
            Menurut Lemaire, apabila dilihat dari sudut bentuknya sejarah hukum terdiri atas sejarah hukum ekstern ruang lingkupnya yaitu perkembangan secara menyeluruh dari suatu hukum positif tertentu dan sejarah hukum intern ruang lingkupnya yaitu lembaga dan pengertian hukum dari suatu bidang tata hukum tertentu.
            Apabila hukum itu dikatakan tumbuh dan berkembang maka dapat diartikan bahwa ada hubungan antara sistem hukum yang sekarang dengan yang lalu. Karenanya untuk memahami fenomena hukum dalam masyarakat, perlu dikenal dan dipahami secara sistematis tentang proses-proses terbentuknya hukum, faktor-faktor penyebab keberadaannya, dan sebagainya.
5.     Psikologi Hukum
            Psikologi apabila di tinjau dari segi ilmu bahasa berasal dari kata psycho dan logos. Psycho sering diartikan jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian psikologi sering di artikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa.
            Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang prilaku manusia (human behavior), maka dengan kaitannya dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu pencerminan perilaku manusia. Di dalam masyarakat modern, perilaku manusia ini merupakan sesuatu yang sangat menonjol pada hukum, yang akan menggunakan hukum sebagai alat tujuan tujuan yang di kehendaki. Karenanya dimaksud dengan psikologi hukum adalah suatu cabang pengetahun yang mempelajari hukum sebagai perwujudan dari perkembangan jiwa manusia.
Adapun ruang lingkup dari psikologi hukum menurut Soedjono D. ialah:
1)      Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaedah hukum.
2)      Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3)      Perilaku menyimpang.
4)      Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
                 Dalam psikolog hukum akan dipelajari sikap tindak atau perilakuan hukum dari seseorang yang terdiri atas:
1)      Sikap tindak atau perilakuan hukum yang normal yang akan menyebabkan seseorang akan mematuhi hukum.
2)      Sikap tindak atau perilakuan hukum yang abnormal yang menyebabkan seseorang melanggar hukum, meskipun dalam keadaan tertentu dapat dikesampingkan.
            Ada beberapa gejala psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku menyimpang yang melanggar hukum antara lain:
1)      Neurosis yaitu gangguan jasmaniah yang disebabkan oleh factor kejiwaan atau gangguan pada fungsi jaringan syaraf.
2)      Psikhosis yaitu suatu gejala seperti reaksi schizophrenic yang menyangkut proses emosional dan intelektual.
3)      Gejala Sosiopatik yang mencakup : reaksi antisocial (seseorang yang hamper tidak punya etika atau logika), reaksi dissosial (seseorang yang selalu berurusan dengan hukum), deviasi seksual (perilaku sesual yang menyimpang) dan addiction(ketergantungan).
            Secara sadar ataupun tidak, hukum ternyata telah memasuki bidang psikologi, terutama psikologi sosial, hal ini dapat dilihat contohnya pada hukum pidana, dimana peranan sanksi pidana dengan kriminalis menunjukan hubungan hukum dengan psikologi. Contohnya lain misalnya bila kita mempersoalkan tentang hak hak itu tercantum di dalam peraturan, melainkan karena ada keyakinan pada diri sendiri bahwa kita harus berbuat seperti itu.




Demikianlah Artikel Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan

Sekianlah artikel Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2016/12/ilmu-hukum-sebagai-ilmu-kenyataan.html