Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana

Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana
link : Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana

Baca juga


Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana


Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana
1.      Tersangka atau Terdakwa

a.      Tersangkaadalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya , berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 butir 14 KUHAP).
b.      Terdakwaadalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (pasal 1 butir 15 KUHAP).
Perbedaan yang paling mendasar antara tersangka dengan terdakwa yaitu tersangka masih pada tingkat pemeriksaan penyidik (Polisi), sedangkan  terdakwa sudah pada tingkat pemeriksaan Jaksa (Penuntut Umum) dan pemeriksaan pengadilan.
Terkait dengan hak-hak tersangka atau terdakwa dapat dilihat dalam KUHAP pasal 50 sampai pasal 68 dan pada pasal-pasal lain diantaranya pasal 27 ayat 1 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman.
2.      Penyelidik dan Penyidik

a.      Penyelidikadalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelididkan (pasal 1 butir 4). Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia (pasal 4 KUHAP).
Wewenang Penyelidik:
Pasal 5 ayat 1 KUHAP mengatakan, penyelidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 berikut
a.       Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1.      Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2.      Mencari keterangan dan barang bukti
3.      Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
4.      Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum (penjelasan poin 4 di atas)
Dalam penjelasan KUHAP pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 berbunyi: Yang dimaksud dengan “ Tindakan Lain “ adalah tindakan dari penyelidik dengan syarat:
a.       Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
b.      Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
c.       Tindakan lain itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
d.      Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa
e.       Menghormati hak asasi manusia

b.      Atas Perintah Penyidik dapat Melakukan Tindakan Berupa:
1.      Penangkapan, larangan meninggalkan tempat penggeledahan, dan penyitaan
2.      Pemeriksaan dan penyitaan surat
3.      Mengambil sidik jari dan memotret seorang
4.      Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik
Pasl 5 ayat 2 KUHAP menentukan Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf a dan b kepada penyidik.
b.      Penyidikadalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan (pasal 1 butir 1 KUHAP).
Perundang-undangan khusus yang dimaksud adalah perundang-undangan yang diluar KUHAP.
Pejabta yang diberi wewenang menyidik oleh perundang-undangan khusus tersebut ialah antara lain:
1.      Pejabat Imigrasi
2.      Bea cukai
3.      Dinas kesehatan
4.      Tera
5.      Pajak
6.      Angkatan laut untuk ordonansi laut territorial dan lingkungan maritime dan lain-lain.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP pada pasal 2 ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik yaitu sekurang-kurangnya  Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai negeri sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda I (Golongan II B ) atau yang disamakan dengan itu.
Pengecualian jika suatu tempat tidak ada pejabat penyidik Pembantu Letnan keatas maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannnya adalah penyidik.
Penyidik pejabat polisi diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain.
Penyidik pegawai negeri sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul dapartemen yang membawahi pegawai tersebut. Sebelum pengangkatan Menteri Kehakiman terlebih dahulu meminta pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Wewenang pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman.
Kemudian pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah  pejabat polisi Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu. Kedua macam penyidik pembantu ini diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau pimpinan kesatuan  masing-masing. Wewenang pengangkatan ini juga dapat dilimpahkan kepada pejabat kepolisian negara Rebublik Indonesia yang lain.
Wewenang Penyidik Polri:
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat pertama ditempat kejadian
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
i.        Mengadakan penghentian penyidikan
j.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (pasal 7 ayat 1 KUHAP).
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu:
Penyidik pegawai negeri sipil tertentu mempunyai wewenang sesuai dengan UU hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri (pasal 7 ayat 2 KUHAP).
Wewenang penyidik pegawai negeri sipil tertentu hanya terbatas sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas mereka.
3.      Penuntut Umum / Jaksa
a.      Penuntut Umum adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 1 butir 6 a KUHAP).
b.      Jaksa adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (pasal 1 butir 6 b KUHAP).
Dari rumusan UU tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian “Jaksa” adalah menyangkut jabatan sedangkan “Penuntut Umum” menyangkut fungsi.
Wewenang Penuntut Umum:
Di ataur dalam bab IV KUHAP pasal 14 yaitu:
1.      Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu
2.      Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan 4 dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
3.      Melakukan penahanan, memberiakan perpanjangan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik.
4.      Membuat surat dakwaan
5.      Melimpahkan perkara ke pengadilan
6.      Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan-ketentuan hari dan waktu perkara di sidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.
7.      Melakukan penuntutan
8.      Menutup perkara demi kepentingan umum
9.      Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan UU ini.
10.  Melaksanakan penetapan hakim.
Dalam tindak pidana umum, jaksa atau penuntut umum tidak memiliki wewenang untuk  melakukan penyidikan misalnya pembunuhan, pencurian dan lain-lain. Kecuali dalam perkara tindak pidana khusu jaksa atau penuntut umum dapat melakukan penyidikan misalnya korupsi, subversi dan lain-lain.

4.      Penasihat Hukum Dan Bantuan Hukum
Istilah Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum merupakan istilah yang dipakai atau terdapat dalam KUHAP.
Istilah Penasehat Hukum lebih tepat digunakan daripada istilah Pembela, mengingat istilah Pembela sering di salah tafsirkan seolah-olah berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas dari pemidanaan.

Daftar Pustaka / Sumber: M. T. Makarao dan Suhasril. 2010. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan   Praktek.  Bogor: Ghalia Indonesia.






Demikianlah Artikel Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana

Sekianlah artikel Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2014/02/pihak-pihak-dalam-hukum-acara-pidana.html