Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani

Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Tasawuf, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani
link : Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani

Baca juga


Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani

BAB I
PENDAHULUAN
Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang yang cendikiawan, ilmu tasawuf, budayawan dan susterawan. Beliau adalah soerang tokoh tasauf yang termashur yang paling pertama kali membawa tasawuf falsafi ke indonesia, dan beliau juga dikenal sebagai pengembara, didalam pengembaran itu beliau belajar tentang tasauf dan ilmu-ilmu lainya dan juga mengajarkan ilmu yang telah di perolehnya.
Beliau juga dengan mudah menguasai beberapa bahasa, seperti bahasa persia, arab, melayu, oleh karena itu tidak heran kalau karangan atau karya tulis beliau dibuat dalam beberapa bahasa. Riwayat hidup beliau ttidak ditemukan secara pasti, namun diperkirakan beliau hidup antara pertengahan abad ke 16 sampai ke abad 17.
1.      Syekh Hamzah Al – Fansuri
Syekh Hamzah Al-Fansuri adalah seorang tokoh cendikiawan, ulama tasauf, sastrawan dan budayawan yang sangat terkemuka. Masalah riwayat  hidup beliau secara pasti belum ada yang menemukan, dalam banyak buku-buku sejarah tidak dicantumkan tanggal dan tahun berapa beliau lahir, yang ada baru hanya perkiraan saja. Hidup beliau diperkirakan antara pertengahan abad ke 16 sampai awal abad ke 17 masehi, beliau berasal dari daerah Barus dan kemunculannya dikenal pada masa kekuasaan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah di Aceh. Dan beliau juga sering disebut-sebut sezaman dengan Syamsuddin As-Sumatrani.
Hamzah al- Fansuri adalah seorang ahli tasuf yang termashur, beliau seorang ahli tasauf asli dari melayu yang suka mengembara. Dalam pengembaraanya telah menjelajahi Timur Tengah Siam, Malaya dan beberapa pulau di Indonesia. Dalam pengembaraan itulah beliau mempelajari dan mengajarkan paham-paham tasaufnya. Dengan sangat lancar beliau menguasai beberapa bahasa seperti bahasa Arab, Persia dan Melayu. Karena itu tidak heran dalam karya-karya tulisnya  dibuat dalam bahasa Arab, Persia dan Melayu.
Hamzah Fansuri juga dikenal sebagai orang pertama yang memunculkan tasauf falsafi  di Indonesia, yang murni dan bersih dari penyimpangan, bahkan seakan sempurna dalam rujukannya terhadap sumber-sumber Arab yang islami. Adapun tasawuf falsafi pada masa sebelum itu hanya terbatas pada aktivitas individual yang belum terorganisasi, yang terambil dari ajaran-ajaran kebathinan tasawuf Syi’ah Imamiah. Pada masa Fansuri dipandang sebagai tahap kedua dalam sejarah tasawuf falsafi di Indonesia, yaitu tahap perkembangan.[1]
Lebih konkritnya, Hamzah Al-Fansuri memulai pendidikannya di kota tempat kelahirannya ( Barus ), saat ini menjadi pusat perdagangan. Saat beliu kecil Aceh mengalami kemajuan dan kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda dan Iskandar Tasani yang sangat memperhatikan pembangunan, perluasan dan pendidikan pada masa itu, sehingga dengan kemajuan pendidikan pada masa itu Hamzah al-Fansuri dapat mempelajari ilmu-ilmu agama, fiqih, tasauf, kesusteraan, tauhid, akhlak, sejarah dan logika. Setelah beliau menguasai pendidikan keagamaan, beliaupun melanjutknan pendidikan ke Timur Tengah khususnya ke India, Persia dan Arab.
Setelah beliau menyelesaikan pengembaraan menuntut ilmu, beliau kembali ke tanah air Aceh, untuk menyebarkan dan menyiarkan ilmu-ilmu agama yang dituntutnya melalui lembaga pendidikan ‘ Dayah’ ( pesantren ) yang diasuh oleh kakak beliau Syekh Ali Fansuri.
Ajaran-Ajarannya
A.    Wujud
Menurut Hamzah Fansuri, yang dikatakan wujud itu hanyalah satu, walaupun kelihatannya banyak, wujud yang satu itu berkulit dan berisi atau ada kenyataan lahirnya dan ada kenyataan bathinnya. Semua benda-benda yang ada ini sebenarnya merupakan pernyataan saja dari wujud yang haqiqi, dan wujud yang haqiqi itulah yang disebut dengan “ Al-Haaq Ta’ala” dan itulah ALLAH
Wujud itu memeiliki tujuh martabat atau tingkatan, namun hakikatnya hanyalah satu, martabat yang tujuh itu adalah
a.       Ahadiya: hakikat sejati dari ALLAH.
b.      Alam arwah: hakikat dari nyawa.
c.       Alam mitsal: hakikat dari segala bentuk.
d.      Alam ajsam: hakikat tubuh.
e.       Alam insan: hakikat manusia dan semuanya berkumpul ( wahdah ) kedlam yang satu, itulah ahadiyah dan itulah Allah.
Hamzah Fansuri menggambar wujud Allah bagaikan lautan dalam yang tidak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelomabang lautan wujud Allah. Pengaliran dari Dzat yang mutlak ini diumpamakan gerak ombak yang menimbulkam uap, asap, awan yang kemudian menjaadi dunia gejala. Itulah yang disebut dengan Ta’ayyun dari Dzat yang la Ta’ayyun. Itu pulalah yang disebut dengan Tanazul. Kemudian gejala sesuatu kembali lagi kepada Tuhan ( taraqqi ), yang dgaambarakan bagikan uap, asap, awan, lalu hujan dan sungai kembali lagi ke lautan.[2]
Syekh Hamzah Fansuri dikenal sebagai sufi pertama yang memperkenalkan teori wujudiah, dimana beliau langsung mengaitkan  dirinya dengan ajaran para sufi Arab dan Persia sebelum abad ke 16 terutama  Bayyid Bisthami, Mansur Al-Hallaj, Ahmad Arabi, al-jilli, al-rummi,  al-hallaj, merupakan tokoh idola Syekh Hamzah Fansuri didalam cinta ( ‘israq ).
Ajaran wujudiah Fansuri yang dikembangkan bertolak belakang dari etika dan keagamaan paham Qadariah, pendiri tarekat qadariah Syekh Abdul al-jilani, dan dari metafisika para pendukung aliran wahdat al-wujud, Ibnu ‘Arabi dan Abd Karim al-jilli.[3]
B.     Allah
Menurut Hamzah Fansuri Allah adalah Dzat yang mutlak dan qadim, sebab pertama dan pencipta alam semesta. Dalam salah satu ungkapannya ( Asror al-Arifin ) “ ketika bumi dan langit belum ada, syurga dan neraka belum ada, dan alam sekalian belum ada, apa yang ada pertama ? yang pertama ialah Dzat, pada dirinya sendiri, tiada sifat dan tiada nama, itulah yang pertama.
Dalam ungkapan di atas beliau mengatakan tiada sifat, namun beliau meberi sifat juga kepada Allah dengan sifat qadim, hidup, berkuasa, berkata, mendengar dan melihat, dan beliau berpendapat bahwa Dzat Allah hanya bisa ditamsilkan dengan laut dalam, laut bathiniah dan laut yang mulia, Allah itu ada di alam manusia, tetapi Allah itu tidak identik dengan alam. Disini pemikiran Hamzah telah dipengaruhi oleh Ibnu ‘Arabi.
Adapun sifat-sifat yang lainnya merupakan menifestasi dari ‘ DIVINE COM-MAND’. Iradah Allah bekerja sesuai dengan pengetahuannya mengenai kemauan- kemauan sesuatu atau seseorang, mereka tidak akan ada jika Allah tidak menghendakinya.
C.    Penciptaan / Alam
Hakikat dari Dzat Allah itu adalah mutlak dan tidak dapat ditentukan  atau dilukiskan. Dzat yang mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan, yaitu pengaliran yang keluar dari diri-Nya. Dan pengaliran kembali kepada diri-Nya.
 Untuk lebih jelasnya. Bahwa penjelmaan atau pengaliran keluar dari dzat yang mutlak itu, diungkapkan dalam beberapa pangkat dan martabat
a.       La ta’ayun : yaitu dzat uang mutlak laksana lautan dan tenang, tu dianggap sebagai tahap pertama yang disebut dengan ahadiya.
b.      Ta’ayun awwaln: yang diumpamakan sebagai gerak ombak disebut dengan wahda. Ta’ayun awl inipun dinakan dengan ahad dan wahid, dzat semata dinakan dengan ahad dan  dzat beserta sifat dinamakan dengan wahid. Karena ahadlah bernama wahid.
c.       Ta’ayun tsani: atau yang disebut dengan wahidiya, yaitu roh idlofi, atau juga ta’ayun tsani ini juga dinamakan dengan hkikat insani.
d.      Ta’ayun tsalis: yang disebut dengan alam arwah, tahap ini dan seterusnya terjadi di luar dzat mutlak, yaitu dalam dunia fenomena. Antara akli dan fenomena dibatasi oleh kalam ilahi ( kun fayakun ), karena kalam ilahi inilah segala realitas akli yang terpendam mengalir keluar menjadi dunia fenomena ( dunia nyata ).
e.       Ta’ayun rabi’ : yang merupakan ta’ayun jasmani, kepada seluruh makhluk, tapi masih dalam alam misal, alam cita, atau alam ide, atau merupakan batas antara alam arwah dan alam ajsad.
f.       Ta’ayun khamis: yang merupakan penjelmaan terakhir, maka timbullah alam insan dan dunia atau disebut juga dengan insan kamil.
D.  Manusia
Menurut Hamzah Fansuri, walaupun manusia sebagai tingkat penjelmaan terakhir, tapi manusia adalah yang paling paling penting dan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Manusia adlah aliran atau pancaran langsung dari dzat mutlak, hal ini menunjukkan bahwa ada kesatuan antara manusia.
E.  Kelepasan
Manusia adlah penjelmaan makhluk yang paling sempurna, dan berpotensi menjadi insan kamil, namun karena lalainya maka pandangannya kabur dan tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini hanyalah dunia palsu dan dan hanyalah bayangan semata.[4]


[1] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.,Filsafat Tasauf, Bandung: pustaka setia, 2010, hlm 255.
[2] Prof. Dr. M. Solihin, M.Ag. ilmu tasawuf, Bandung: pustaka setia, 2008,hlm 248.
[3] Drs. Duski Samad, M.Ag, sufi nusantara dan pemikirannya,jakarta: the minangkabau foundation, 2000, hlm 15.
[4] http:/studi.net/tokoh-tokoh tasauf indonesia, diacses tgl 27 september 2012.


Demikianlah Artikel Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani

Sekianlah artikel Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Tasawuf hamzah al-fansuri dan tasawuf syamsuddin as-sumatrani dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2013/07/tasawuf-hamzah-al-fansuri-dan-tasawuf.html