Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah

Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Fiqih, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah
link : Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah

Baca juga


Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah

Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.

Firman Allah SWT. :
وَأَتَىالْمَالَ عَلَىحُبِّهِ ذَوِىالْقُرْبَىوَالْيَتَمَىوَالْمَسَاكِيْنِ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالسَّائِلِيْنَ وَفِىالرِّقَابِ
Artinya“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. Al Baqarah : 177).
Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
Sabda Nabi SAW. :
“Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah bersabda, : “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yangdiberikan Allah kepadanya” (HR. Ahmad).
Hibah adalah Pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat aqad hibah dinyatakan.
1.      Rukun dan Syarat Hibah
a.       Pemberi Hibah (Wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang[1].
b.      Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :
Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
c.       Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.
d.      Akad (Ijab dan Qabul),
Akad (ijab qobul) misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.
2.       Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1.      Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya  menghibahkan rumah, s\\epeda motor, baju dan sebagainya.
2.      Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
3.      Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii hibah orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :
لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِىعَطِيَّةًأَوْيَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعُ فِيْهَا إِلاَّالْوَالِدِفِيْمَايُعْطِىلِوَلَدِهِ
Artinya: “Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).
Sabda Rasulullah SAW.
Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).[2]
Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :
  1. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
  2. Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah..
  3. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.
4.      Hukum hibah
Pada dasarnya memberikan sesuatu kepada oranglain hukumnya adalah mubah(jaiz). Dalam hukum asal mubah tersebut hukum hibah dapat menjadi wajib,haram dan makruh.
a.       Wajib.
Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya. Rosululloh SAW bersabda yang artinya:
Artinya: “Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.
b.      Haram
Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.
c.       Makruh
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.
5.        Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
  1. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
  2. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
  3. Dapat mempererat tali silaturahmi
  4. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.


[1]Abu Bakr Jabir Al-jazairi, Ensiklopedi Muslim  (Jati waringin: 2009) hal. 568-572.
[2]Abu Bakr Jabir Al-Jaza’iri Pedoman Hidup Muslim  Jakarta 2008 hal 681-685.


Demikianlah Artikel Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah

Sekianlah artikel Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Pengertian Hibah dan Penjelasan Hibah dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2013/05/pengertian-hibah-dan-penjelasan-hibah.html