MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH

MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Makalah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH
link : MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH

Baca juga


MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH

KATA PEGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Alhamdulillah Rabbil Alamin,puji syukur kehadirat-Nya yang memberikan rahmat,taufik serta hidayah yang luar biasa sehingga tugas kolektif makalah dengan judul “Maqasid syari’ah” dapat terselesaikan dengan tepat waktu meskipun dalam pembuatan dan penyusunanya mengalami kendala. Dan tidak lupa Sholawat serta salam kita curahkan ke Nabi agung sepanjang zaman Nabi Muhammad SAW yang akan kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah.

Makalah yang telah disusun ini akan dipresentasikan untuk menjadi bahan diskusi sebagai emplementasi program aktif perkuliahan kami pada mata kuliahu Ushul Fiqih secara tertulis. Dalam pembentukan hokum perlu adanya perumusan-perumusan tertentu semisalnya hokum mengenai khamar dan minuman sejenisnya yang memabukkan di samping hal itu perlu adanya penjelesan-penjelasan terkait hal tersebut maka fungsi dari maqasid syari’ahlah yang menguak perihal didalamnya. Metode yang digunakan di dalam praktek maqasid syari’ah ini banyak berkaitan dengan cabang-cabang ilmu Ushul Fiqih.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah dunia keilmuan khususnya pemahamaan mata kuliah “Ushul Fiqih” yang akan memberikan manfaat dan dampak positif dunia ke-Akademi-an. Dalam penyusunanya banyak kekhilafan yang terjadi secara sadar maupun tidak disadari yang jauh dari sempurna maka dibutuhkan kritik dan saran guna membangun penyempurnaan makalah ini.
Wa’alaikum salam wr wb

Jepara , 19 Desember 2012
 Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Allah sebagai pembuat segaala hokum islam sedangkan Rasul adalah penyampainya. Berkaitan dengan itu sangat tidak dimungkinkan bilamana membahas Al-Quran dan Sunnah  tetapi kaitan penjelesan-penjelasan perlu adanya metode. Ushul Fiqih adalah metode dalam pencarian-pencarian hokum yang sudah tertulis di dalam al-Quran dan Sunnah diulas sehingga memunculkan bayan guna memberikan rukhsah yang berkaitan kegiatan mu’amalat.

Di dalam Al-Qur’an dan Sunnah banyak kejelasan yang belum terkuak dari sumber hukum islam tersebut perlunya adanya metode dalam perumusan-perumusan hukum islam sangatlah urgent di dalamnya. Oleh karena hal itu kami ingin membahas sekaligus mengupas apa itu maqasid syari’ah serta kegunaanya.

B.    Rumusan Masalah

1.    Apa yang dimaksud dengan maqasid syari’ah ?
2.    Bagaimana kegunaan maqasid syari’ah itu dalam memberikan bayan tentang peribadatan ?
3.    Bagaimana menetapkan hokum menggunakan maqasid syari’ah ?

C.    Tujuan Penulisan

1.    Memberikan penjelasan arti maqasid syari’ah
2.    Menjadikan insane yang berhati mulia dengan mempelajari maqasid syar’aah
3.    Untuk memberikan kemudahan dalam memahami suatu hokum dalam Al-Qur’an dan Sunnah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian

Seperti telah dimukakan para ahli ushul fiqih Al-Qur’an dan Sunnah Rasullah di samping menunjukkan hokum dengan bunyi bahasanya ,juga dengan ruh tasyri’I atau maqqsd syari’at . Melalui Maqqsid Syari’at iniah ayat-ayat tak dan hadits hokum yang secara kuantitatif sngat terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang secara kebahasaan tidak ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Dari jabaran diatas dapat dipahamai Maqasid Syari’ah adalah metode dalam perumusan hokum islam yang ada di ayat – ayat Al-Qur’an dan Sunnah untuk kemaslahatan umat manusia oleh Allah dan Rasul-Nya.

Abu Ishaq al-Syatibi melaporkan hasil penilitian para ulama terhadap ayat – ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasullah bahwa hokum yang disyariatkan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk perihal kemaslhatan tersebut Abu Ishaq al-Syatibi membagi maqasid syar’ah menjadi tiga tingkatan, yaitukebutuhan dhaururiyat,kebutuhan hajiyat,dan kebutuhan tahsiniyat.

a.    Kebutuhan Dharuriyat

Tingkat kebutuhan ini harus ada atau disebut kebutuhan primer karena bila hal ini tidak ada dan tidak terpenuhi maka keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat akan terancam keselamtannya kelakk.

Menurut Abu Ishaq al-Syatibi kebuthan ini memenuhi lima hal dalam kategori kebutuhan yaitu memlihara agama,memilihara jiwa,memlihara akal,memlihara kehormatani,dan keturunan. Untuk hal inilah syariat ilam diturunkan. Setiap ayat hokum dapat ditteliti bahwasanya di di dalamnya dapat ditemukan alas an pembentukanya yang tidak lain dan tidak bukanuntuk kemaslahatan umat manusia tersebut dalam memelihara kelima pokok d atas. Misalnya,firman Allah dalam mewajibkann jihad :

Artinya :”dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”(Q.S,Al-Baqarah : 193).

Dalam hal jiha disini dapat dilihat jihad itu wajib dan di dalamnya diatur utuk menambah keimanan serta ketaatan. Selain hal ini pula terdapat nilai- nilai penghargaan agama Allah dalam menjaganya (islam) serta melancarkan jalan dakwah bilamana mengalami gangguan.
Dan firman-Nya dalam mewajibkan qishash :

Artinya :”dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”(Q.S.Al-Baqarah : 179)

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa kenapa disyariatkan qishash karena dengan hal ini ancaman terhadap kehidupan manusia dapat dihilangkan.

b.    Kebutuhan Hajiyat

Kebutuhan Hajiyat ialah kebutuhan sekunder dimana bilamana tidak terwujudkan tidak mengancam keselamtanya,namun akan mengalami kesulitan itu. Adanya hokum rukhshah (keringanan) seperti dijelaskan Abd al-Wahab Khallaf,adalah sebagai contoh dari kepedulian Syariat islam terhadap kebutuhan ini.

Dalam lapangan ibadat mensyariatkan beberapa hokum rukhshah (keringanan) bilamana kenyataanya mendapat kesulitan dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Misalnya, Islam membolehkan tidak berpuasa bilamana dalam perjalanan jarak tertentu dengan syarat diganti pada hari lain dan demikian pula dengan orang sakit. Kebolehan meng-qasar- shalat adalah dalam rangka memnuhi kebutuhan hajiyat ini.
Dalam lapangan mu’amalat disyariatkan banyak macam kontrak (akad),serta macam-macam jual beli ,sewa menyewa syirkah (perseroan) dan mudharabah (berniaga dengan modal orang lain dengan perjanjian bagi laba) dan bebrapa rukhsah dalam mu’amalat. Dalam lapangan ‘uqubat (sanksi hokum). Islam mensyariatkan diyat bagi pembunuhan tidak sengaja serta rukhsah-rukhsah yang lainya. Suatu kesempitan/kesukaran pasti ada keringanan dalam syariat Islam aalah ditarik dari petunjuk ayat Al-Qur’an juga. Misalnya,ayat 6 Surat al-Maidah :

Artinya : 
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit  atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh  perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

c.    Kebutuhan Tahsiniyat

Kebutuhan yang satu ini bias dikatakan seprerti kebutuhan tersier apabla tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan.
Dalam berbagai bidang kehidupan ,seperti ibadat, mu’amalat ,dan ‘uqubat,Allah telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyat. Dalam lapangan ibadat ,kata Abd. Wahhab Khallaf,umpamanya Islam mensyriatkan bersuci baik dari najis atau dari hadas,baik pada badan maupun pada tempat dan lingkungan. Islam menganjurkan berhias ketika hendak ke Masjid,menganjurkan memperbanyak ibadah sunnah.

Dalam lapangan mu’amalat Islam melarang boros,kikir,menaikkan harga,monopoli dan llain-lainya. Dalam bidang ‘uqubat Islam mengharamkan membunuh anak-anak dalam peperangan dan kaum wanita melarang melakukan muslah (menyiksa mayit dalam peperangan).

Tujuan Syari’at seperti tersebut tadi bias disimak dalam beberapa ayat,misalnya ayat 6 Surat al-Maidah :

Artinya :

“(5) pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.(6) Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit  atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh  perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

B.    Peranan Maqasid Syari’ah dalam Pengembangan Hukum

Pengetahuan tentang Maqashid Syari’ah,seperti ditegaskan oleh Abd. Al-Wahhab Khallaf adalah hal sangat penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami redaksi Al-Qur’an dan Sunnah ,menyelesaikan dali-dalil yang bertentang dan sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hokum terhadap kasus tidak tertampung oleh Al-Qur’an dan Sunnah kajian kebahaan.

Metode istinbat seperti qiyas,istihsan, dan maslahah mursalah adalah metode-metode pengembangan hokum islam yang didasarkan atas maqasid syari’ah,Qiyas,misalnya baru bias dilaksanakan bilamana dapat ditemukan maqasid syari’ahnya yang merupakan alas an logis (‘illat) dari suatu hokum. Sebagai contoh ,tentang kasus diharamkanya minuman khamar (Q.S Al-Maidah :90 ). Dari hasil penelitian ulama ditemukan bahwa maqasid syari’ah dari diharamkanya khamar ialah karena sifat memabukkanya ,sedangkan khamar itu sendiri hanyalah salah satu contoh dari yang memabukkan.

Dari sini dapat dikembangkan dengan metode analogi (qiyas) bahwa setiap yang sifatnya memabukkan adalah juga haram. Dengan demikian ‘illat hokum dalam suatu ayat atau hadis bila diketahui ,maka terhadapnya dapat dilakukan qiyas (analogi). Artinya ,qiyas hanya bias dilakukan bilamana ada ayat atau hadits yang secara khusus dapat dijadikan tempat meng-qiyas-kannya yang dikenal dengan al-maqis’alaih (tempat meng-qiyas-kan).

Seperti yang disebut diata maqasid syari’ah ialah cabang dari ilmu ushul fiqih tersebut merupakan metode dimana untuk mencari hokum tertentu dan kemudian dikembangakan melalui banyak metode seperti istihsan,maslahah mursalah dsb. Sedangkan metode penetapan hokum melalui maqasid syari’ah dalam praktek-praktek istinbat tersebut yaitu praktek qiyas,istihsann, dan istislah (maslahah mursalah) dan lainya seperti istishab,sad al-zari’ah dan urf, disamping sebagai metode penetapan hokum melaui maqasid syari’ah,juga oleh sebagian besar ulama Ushul Fiqih disebut sebagai dalil-dalil pendukung seperti telah diuraikan secara singkat pada pembahasan dalil-dalil hokum di atas.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Maqasid Syari’ah merupakan cabang dari Ushul Fiqiih yang dimana pembahasanya untuk merumuskan penjelasan yang ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh hal tersebut dalam megatasi ke-ambiguan-an digunakanlah maqasid syari’ah tetapi dalam tingkatanya memiliki keluwesan permaslahan sendiri terutama dalam mengatasi kebutuhan –kebutuhan manusia tentang ibadah mu’amalat khususnya.

B. PENUTUP

    Dalam makalah ini  tentulah masih banyak kekurangan   baik dari sisi  penulisan dan penyusunan , lebih lagi adalah bobot materi yang kami ulas dalam  makalah ini, tentu sangat kurang hal itu dikarenakan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki serta  referensi yanag kami gunakan , lantaran karena itu kami mengharap kepada seluruh pembaca  untuk memberikan kritikan serta saran  yang bersifat membangun, demi kesempurnaan makalah ini.

    Demikian makalah dari kami buat semoga bermanfaat bagi pembaca, dan semua kalangan yang menggunakan makalah ini, kami minta ma;af apabila  ada ,kesalahan ,
Wassalammualaikum. Wr, wb.









Demikianlah Artikel MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH

Sekianlah artikel MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel MAKALAH MAQQSHID AL- SYAR’IYYAH dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2013/01/makalah-maqqshid-al-syariyyah.html