STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA)

STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA) - Hallo sahabat Cyberlaw Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel treaties and domestic law, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA)
link : STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA)

Baca juga


STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA)


oleh PROF. DR. MOHD. BURHAN TSANI, SH., MH*
Pengantar
Dalam Hukum Tata Negara Indonesia tidak mudah untuk menemukan kaidahhukum yang mengatur tentang status Hukum Internasional dan PerjanjianInternasional dalam Hukum Nasional RI. UUD 1945 tidak mencantumkan satu pasalpun yang mengatur status tersebut. Pasal 11 dan 13 UUD 1945, yang ada kaitannyadengan Hukum Internasional, mengatur mengenai proses atau prosedur ratifikasidan pengangkatan serta penerimaan duta dalam ranah Hukum Nasional.Undang-undang yang berkaitan dengan Hukum Internasional, seperti Undang-UndangNo. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang No. 24 Tahun2000 tentang Perjanjian Internasional juga tidak mencantumkan pasal tersendiriyang mengatur status tersebut.

Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan 1945, sudah mengadakan interaksi denganNegara maupun Organisasi Internasional, yang tunduk pada Hukum Internasional.Indonesia sudah terlibat dalam pembuatan berbagai Perjanjian Internasional.Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana sikap Indonesia terhadap keberadaanHukum Internasional, dan bagaimana Indonesia menerapkan Hukum Internasional,termasuk didalamnya Perjanjian Internasional. Pada tahun 1969, 1978 dan 1986.Indonesia menetapkan bahwa yang mempunyai kapasitas untuk membuat PerjanjianInternasional adalah Presiden. Sekarang Indonesia mempunyai Undang-Undangmengenai Perjanjian Internasional yakni Undang-Undang No. 24 Tahun 2000.
Pasal 13 UUD 1945 menunjukkan kesediaan Indonesia mengakui keberadaanHukum Diplomatik, yang juga masih berupa Hukum Kebiasaan Internasional. Hukum tentang hubungan diplomatik dankonsuler dituangkan dalam Perjanjian Internasional baru tahun 1961, 1963, 1969,1973, 1975 dan 1979. Indonesia menetapkan bahwa Presiden mempunyai kapasitasuntuk mengangkat dan menerima duta dan konsul. Sekarang Indonesia sudahmemiliki Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Permasalahan yang mungkin masih relevan untuk dibahas adalah bagaimana sikapNegara ketika terjadi pesinggungan atau perbenturan dan bahkan pertentanganantara Hukum Internasional dan Hukum Nasional. Hal ini mungkin terjadi dalampenerapan Perjanjian Internasional di ranah Hukum Nasional.

Negara akan mengutamakan Hukum Internasionalatau Hukum Nasional?

Permasalahan pengutamaan dapat diselesaikan dengan menggunakan paham (teori)dalam hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional. Dikenal ada duapaham yaitu dualisme dan monisme.

Menurut paham dualisme Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan duasistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hakekat Hukum Internasionalberbeda dengan Hukum Nasional. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakandua sistem hukum yang benar-benar terpisah tidak saling mempunyai hubungansuperioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualisme akanmengutamakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional.

Berdasarkan paham monisme Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakanbagian yang saling berkaitan dari satu sistem hukum pada umumnya. Pengutamaanmungkin pada Hukum Nasional atau Hukum Internasional. Menurut faham monismedengan pengutamaan pada Hukum Nasional, Hukum Internasional merupakankelanjutan Hukum Nasional. Hukum Internasional merupakan Hukum Nasional untukurusan luar negeri, paham ini cenderung mengabaikan Hukum Internasional.

Berdasarkan paham monisme dengan pengutamaan pada Hukum Internasional, HukumNasional secara hirarkis lebih rendah dibandingkan dengan Hukum Internasional.Hukum Nasional tunduk pada Hukum Internasional dalam arti Hukum Nasional harussesuai dengan Hukum Internasional.

Dimungkinkan ada monisme yang menganggap bahwa Hukum Nasional sejajar denganHukum Internasional. Hubungan antara keduanya saling melengkapi. Hal initercermin dalam Statuta Roma atau Konvensi tentang Terorisme Bonn.

Hukum Internasional tidak mewajibkan bahwa suatu Negara harus menganut pahamdualisme atau monisme. Dalam praktek pilihan pengutamaan pada Hukum Nasionalatau Hukum Internasional, ditentukan oleh preferensi etnis atau preferensipolitis. Bagi pandangan yang mempunyai sikap politis nasionalis, akanmengutamakan Hukum Nasional. Sebaliknya bagi pandangan yang simpatik padaInternasionalisme, akan mengutamakan Hukum Internasional.

Dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang yang ada sekarang, belum ada ketentuan(pasal), yang secara tersendiri menentukan sikap Indonesia. Bertumpu padapengakuan Indonesia terhadap keberadaan Hukum Internasional, Indonesia menganutpaham monisme. Berdasarkan praktek, Indonesia cenderung pada monisme denganpengutamaan Hukum Internasional.

Masalah berikutnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimanakah penerapan HukumInternasional dalam ranah Hukum Nasional Indonesia. Mengenai hal ini adabeberapa teori yang dikenal dalam Hukum Internasional, yaitu teoritransformasi, delegasi, dan inkorporasi.

Menurut teori inkorporasi Hukum Internasional dapat diterapkan dalam HukumNasional secara otomatis tanpa adopsi khusus. Hukum Internasional dianggapsudah menyatu ke dalam Hukum Nasional. Teori ini berlaku untuk penerapan HukumKebiasaan Internasional dan Hukum Internasional universal.

Dalam penerapan Hukum Internasional, yang bersumber dari PerjanjianInternasional ada dua teori, yaitu teori transformasi dan teori delegasi.Berdasarkan teori transformasi, Hukum Internasional yang bersumber dariPerjanjian Internasional dapat diterapkan di dalam Hukum Nasional apabila sudahdijelmakan (ditransformasi) ke dalam Hukum Nasional, secara formal dansubstantif. Teori transformasi mendasarkan diri pada pendapat pandanganpositivis, bahwa aturan-aturan Hukum Internasional tidak dapat secara langsungdan “ex proprio vigore” diterapkan dalam Hukum Nasional. Demikian jugasebaliknya. Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan sistem hukum yangbenar-benar terpisah, dan secara struktur merupakan sistem hukum yang berbeda.Untuk dapat diterapkan ke dalam Hukum Nasional perlu proses adopsi khusus atauinkorporasi khusus.
teori delegasi, aturan-aturan konstitusionalHukum Internasional mendelegasikan kepada masing-masing konstitusi Negara, hakuntuk menentukan:
1. kapan ketentuan Perjanjian Internasional berlaku dalam Hukum Nasional;
2. cara bagaimana ketentuan Perjanjian Internasional dijadikan Hukum Nasional.
Prosedur dan metode yang digunakan Negara merupakan suatu kelanjutan proses,yang dimulai dengan penutupan (persetujuan) suatu Perjanjian Internasional.Tidak ada transformasi. Tidak ada penciptaan pembuatan) aturan hukum atau HukumNasional yang benar-benar baru. Yang dilakukan hanya merupakan kelanjutan(perpanjangan) dari satu perbuatan penciptaan yang tunggal. Syarat-syaratkonstitusional hukum nasional hanya merupakan bagian dari satu kesatuanmekanisme penciptaan (pembuatan) hukum.

Cukup sulit menetapkan teori apa yang digunakan Indonesia. Indonesia tidaksecara tegas-tegas menerima teori inkorporasi. Tetapi Indonesia nampakcenderung secara diam-diam menggunakan teori inkorporasi. Dalam menerapkanHukum Kebiasaan Internasional dan Hukum Internasional universal, Indonesiatidak pernah melakukan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai adopsi khusus.

Indonesia nampak tidak sepenuhnya menggunakan teori transformasi. Dalampenerapan Perjanjian-Perjanjian Internasional yang berlakunya tidak memerlukanratifikasi, Indonesia belum pernah membuat perundang-undangan yang mengatursubstansi perjanjian yang telah ditandatangani.
Berkenaan denganPerjanjian-perjanjian Internasional yang berlakunya memerlukan ratifikasi,Indonesia dapat dianggap ingin menggunakan teori transformasi. Pengesahanperjanjian-perjanjian tersebut dituangkan dalam bentuk Undang-Undang atauPeraturan Presiden. Dalam hal ini dapat dianggap terjadi penjelmaan dari HukumInternasional menjadi Hukum Nasional. Akan tetapi perjanjian yang disahkandilampirkan begitu saja seperti aslinya, bukan dalam bentuk perundang-undanganformal mengenai substansi perjanjian yang bersangkutan. Indonesia secaradiam-diam menerima bahwa perjanjian yang bersangkutan sudah menyatu dalam HukumNasional. Untuk sepenuhnya menggunakan teori transformasi perlu dilampirkanperundang-undangan yang mengatur mengenai substansi yang termuat dalamperjanjian yang bersangkutan.
Nampaknya Indonesia cenderungmenggunakan teori delegasi. Pengesahan yang dilakukan menurut Hukum NasionalIndonesia, merupakan bagian prosedur ratifikasi dalam ranah Hukum Nasionaluntuk memperoleh instrumen ratifikasi, yang diperlukan prosedur ratifikasidalam ranah Hukum Internasional. Ratifikasi merupakan bagian prosedurpembentukan Hukum Internasional yang dituangkan dalam perjanjian yangbersangkutan.

Pasal 2 instrumen pengesahan telah menetapkan kapan berlakunya perjanjian yangbersangkutan dalam Hukum Nasional Indonesia. Ketentuan Perjanjian Internasionaldijadikan Hukum Nasional dengan Undang-Undang atau Peraturan Presiden.Ketentuan Perjanjian Internasional dijadikan Hukum Nasional denganUndang-Undang atau Peraturan Presiden. Perjanjian Internasional yangbersangkutan dibiarkan dalam naskah aslinya. Prosedur yang dilaksanakanmerupakan bagian dari keseluruhan proses pembuatan Perjanjian Internasionalyang bersangkutan.

Keterikatan Indonesia pada Perjanjian Internasional yang bersangkutan,dilandaskan pada penyampaian instrumen ratifikasi dalam ranah HukumInternasional. Apabila Indonesia sudah menjadi Negara pihak, Indonesia wajibmelaksanakannya dengan itikad baik dan melakukan penyesuaianperundang-undangannya dengan Perjanjian Internasional yang sudah berlaku secaradefinitif.

Penutup
Praktek-praktek yang tidak ajeg dan simpang siur yang mengakibatkanpermasalahan perlu diluruskan. Hasil pelurusan dirumuskan dengan baik dandisosialisasikan serta dikomunikasikan kepada semua pengelola Negara dan WargaNegara. Hasil akhirnya dituangkan dalam bentuk perundang-undangan di bawahUndang-undang Dasar.
*Guru Besar pada Fakultas HukumUniversitas Gajah Mada


Demikianlah Artikel STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA)

Sekianlah artikel STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA) dengan alamat link https://www.cyberlaw.my.id/2012/04/status-hukum-internasional-dan_66.html